Klik untuk mendengarkan versi audio!
Zayd ibn Aslam raḥimahullāh lahir di rumah ‘Umar ibnul Khaththāb radhiyallāhu ‘anhu karena ayah beliau, Aslam, merupakan budak asal Yaman yang dibeli ‘Umar ketika hari-hari haji di masa kekhalifahan Abū Bakr radhiyallāhu ‘anhu. Saat Zayd lahir, Ibnu ‘Umar radhiyallāhu ‘anhumā bertanya kepada Aslam: “Apa nama yang engkau berikan untuk anakmu?” Aslam menjawab: “Zayd.” Kemudian Ibnu ‘Umar menyetujuinya dan selanjutnya menjadi guru utama Zayd ibn Aslam di samping Ubayy ibn Ka’b, Anas ibn Mālik, dan Jābir radhiyallāhu ‘anhumā.

Zayd ibn Aslam yang kelak tumbuh sebagai pengajar di kuttāb Madinah ini merupakan salah satu guru taḥfīdzh-nya Syaybah ibn Nashshāḥ, pakar qirā-āt Madinah yang pertama kali menulis buku tentang waqf-ibtidā’. Beliau juga guru langsung dari tiga imam madzhab fikih: Sufyān ibn ‘Uyaynah, Sufyān Ats-Tsawriyy, Al-Awzā’iyy, dan Mālik. Memang para ulama menghikayatkan bahwa ḥalaqah pengajiannya Zayd ibn Aslam dihadiri puluhan ulama besar. Beliau mengajar tafsir, hadis, dan fikih di Masjid Nabawiyy dari hafalan tanpa membawa catatan.
Dalam bidang tafsir, selain menafsirkan dengan metode bil-ma’tsūr yang sangat dominan di era tersebut, beliau dikenal pula sebagai tokoh besar yang menggunakan metode tafsir bir-ra’yil maḥmūd yang waktu itu masih relatif jarang digunakan. Beliau wafat di Madinah tahun 136 H dalam usia 110-an tahun. Di antara mutiara nasihat beliau ialah:
“Barangsiapa memuliakan Allah dengan melakukan ketaatan, maka Allah akan balik memuliakannya dengan memasukkannya ke surga dan barangsiapa memuliakan Allah dengan meninggalkan kemaksiatan, maka Allah akan balik memuliakannya dengan menjauhkannya dari neraka.”
